Speedometer Keimanan
Berilmu, cakap, ibadah tekun, ahli zikir, panutan, bisakah Tuhan menilai keimanan umatnya dengan kebaikan itu, semua itukan penilaian manusia dengan julukan ahli ibadah, ahli zikir dan sebainya itu, lantas bagaimana dengan Tuhan menilainya. Mungkinkah mereka yang jahat, pemabuk, menampakan auratnya, bodoh, pendosa, tidak berpendidikan, buta agama, semua yang jelek dimata manusia bisa menjadi speedometer penilaian keimanan Tuhan kepada umatnya.
Lalu bagaimana dengan pelacur yang menolong anjing kehausan dijalan, bukankah mereka juga mahluk yang menjijikan menurut penilaian manusia, tapi Tuhan memasukan mereka kedalam surganya. Manusia memang paling benar dalam menghakimi sesama manusia, tanpa melihat siapa pencipta yang memiliki kuasa akan rapot keimanan.
Sejauhmana perjalanan manusia yang disucikan manusia itu, sampai bisa membuat fatwa sendiri akan keilmuanya, memberikan penolakan untuk anak muda yang bodoh yang hanya lulus TPA (Tempat Pengajian Anak) untuk memberikan kontribusinya, berbagi Ilmu kepada adik-adik yang baru mengenal huruf Ijaiyah.
Dengan menilai demikian bukan berarti yang ahli ibadah, ahli zikir yang mampu mengajarkan, atau yang memiliki ilmu pesantren saja yang bisa melakukanya. Bukankah anak bodoh ini juga belajar berguru dengan orang pesantren meski hanya lulus TPA, bukankah ilmu yang didapat wajib diamalkan, salahkan pemuda yang bodoh dan jauh dari keimanan menurut penilaian manusia yang juga tidak sempurna dimata Tuhan-Nya.
Sang bodoh saja tidak berani menilai keimanan manusia kepada Tuhan, anda sang ahli ibadah, ahli zikir, yang melek akan agama, justru memberikan lebel keimanan itu untuk kami yang jauh dari kata ahli-ahlinya-ahli. Kami cukup tau saja dan semua kami kembalikan kepada Tuhan sang pencipta Alam semesta, yang bisa bisa menilai speedometer keimanan umatnya.
Penyakit hati tidak akan pernah usai sampai kamu sendiri yang mengendalikanya, otak juga tidak akan sejalan dengan fikiran, yang positif jika hati saja kotor akan kedengkian dan iri hati, bahkan mendendam. Hati dan fikiran akan berjalan beriringan dengan mesra, jika kita melihat dengan kaca mata kehidupan.
Stop sibuk menilai keimanan manusia, sibuk saja mengoreksi dosa diri sendiri, pantaskah kita dijuluki ahlinya-ahli dari masyarkat, sedangkan Tuhan saja menilai semua itu dengan lebel yang menjijikan. Lantaran semua itu jauhlah kita dari masyarakat, bukankah Islam mengajarkan kedamaian, Islam akan indah jika kita bersama-sama menegakan tembok kedamaian tanpa perselisihan.
Salam dari kami
Pemuda bodoh yang berniat memberikan kontribusi untuk menegakan Islam.
221219(08.50)
Komentar
Posting Komentar